AMAR
MA'RUF NAHI MUNKAR
PENDAHULUAN
Segala puji dan kesempurnaan serta kemuliaan
hanya milik Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah menjadikan ummat Nabi Muhammad
Shallahu 'Alaihi wa Sallam sebaik-baik ummat yang menyeru kepada perbuatan yang
ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar sehingga tidak diturunkannya
adzab Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tidak mengenal orang-orang yang shalih
maupun yang fajir, manakala orang-orang shalih yang berada diantara orang-orang
fajir itu tinggal diam tanpa mau melaksanakan amalan yang sangat mulia ini.
Shalawat dan salam semoga tetap Allah Subhanahu wa Ta'ala karuniakan kepada
seorang hamba dan rasul-Nya serta kekasih-Nya Muhammad Shallahu ‘Alaihi wa
Sallam yang telah menyampaikan risalah islam tanpa sedikitpun ditambah maupun
dikurangi sehingga Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menegaskan di dalam
al-Qur’an.
A r t i n y a : & & D
a n p a d a h a r i
i n i t e l a h A k u
s e m p u r n a k a n u n t u k
m u a g a m a m u , d a n
t e l a h A k u c u k u p k a n k e p a d a m u n i k m a t - K u d a n
t e l a h A k u r i d h a i
i s l a m s e b a g a i a g a m a m u & & . ( Q
S . a l - M a i d a h : 3
)
Kemudian barangsiapa yang menambah atau bahkan
mengurangi syariat dien ini berarti ia telah beranii menuduh Rasulullah
Shallahu ‘Alaihi wa Sallam masih menyembunyikan sebagian ajaran islam sehingga
ia sangat pantas menerima ancaman dari Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui lisan
Rasul-Nya Shallahu ‘Alaihi wa Sallam berupa neraka yang menyala-nyala.
Na’udzubillahi min dzalik.
Suatu masyarakat, kaum, bahkan negara,
bisa saja ditimpa berbagai macam musibah, goncangan, dan kekacauan serta
dihancurkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala jika ternyata banyak dihuni oleh
oleh para pelaku kemungkaran dan orang-orang yang sama sekali tidak
mengindahkan larangan-larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala meskipun di dalam
masyarakat, kaum atau bahkan negara itu masih terdapat orang-orang shalih dan
para ulama’ tersohor atau pondok-pondok pesantren yang tersebar di seluruh
dunia.
Lantas
mengapa hal ini bisa terjadi ? mengapa bencana yang Allah Subhanahu wa Ta'ala
turunkan itu menimpa semuanya ? tentu jawabannya terletak pada hubungan antara
para pelaku kemungkaran dengan para ulama’ dan orang-orang shalih yang ada.
Bila antara keduanya saling “memusuhi” mungkin ini suatu hal yang wajar,
namun yang tidak wajar dan bahkan menyebabkan adzab Allah
Subhanahu wa Ta'ala turun adalah sikap para ulama’ dan orang yang shalih yang
membiarkan kemungkaran tetap berjalan tanpa ada rasa ingin mencegahnya bahkan
merubahnya.
Rasulullah
Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda
A
r t i n y a : D
a r i Z a i n a b b i n t i
J a h s y R a d h i y a l l a h
u A n h a
i a b e r k a t a : R a s u l u
l l a h S h a l l a h u A l a
i h i w a S a l l a m
b a n g u n d a r i t i d u r n y a d a l a m
k e a d a a n b e r w a j a
h m e r a h s a m b i l
b e r k a t a : L a a i l a ha
illallah(beliau mengulanginya sebanyak tiga kali) Celaka orang-orang Arab dari
suatu bencana yang telah dekat, akan dirobohkan benteng Ya’juj dan Ma’juj
seperti ini(dan beliau mengabungkan sepuluh jarinya/jari-jarinya). Zainab
Radhiyallahu ‘Anha bertanya:ya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, apakah
kami akan dibinasakan padahal diantara kami masih banyak orang-orang yang
shalih ? beliau bersabda:ya jika terdapat banyak orang yang jahat”. (HR.
at-Tarmidzy, hadits hasan shahih no.2187 dalam Tuhfatul Ahwadzy:6/355-356)
Masalah amar ma’ruf nahi mungkar adalah
masalah yang menempati posisi sangat startegis dalam islam. Tanpa adanya amar
ma’ruf nahi mungkar maka sangat mustahil akan terbentuk masyarakat yang
berjalan dalam kebaikan. Namun yang
terjadi adalah sebaliknya, yang ada hanyalah ketimpangan, penyelewengan,
kerusakan, dan ketidakberesan. Semua orang akan berbuat semaunya sendiri, tanpa
mengindahkan lagi aturan-aturan yang terdapat di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Yang menjadi pembimbingnya adalah hawa nafsu. Akhirnya dengan kondisi yang seperti
ini akan menjadikan masyarakat tenggelam dalam pemuasan syahwat belaka.
Begitu juga dengan fitnah syubhat , pemikiran
dan ajaran-ajaran sesat, semuanya mengalir dengan deras tanpa adanya
filter/penepis dan counter/pembanding sehingga menjadikan masyarakat yang sudah
rusak ini meluncur ke dalam jurang kehancuran dan kebinasaan.
Tampaknya
masyarakat yang seperti ini sangat membutuhkan pertolongan dengan cara
menghentikan kemungkaran yang berjalan dan mengarahk a n n y a k e
j a l a n y a n g l u r u s ( d i e n u l i s l a m ) , s e b a b
A l l a h S u b h a n a h u w a
T a ' a l a b e r f i r m a n
A r t i n y a
: D a n h e n d a k n y
a a d a d i a n t a r a k a l i a n
s e k e l o m p o k o r a n g -
o r a n g y a n g m e n g a j a k kepada kebaikan, menyeru kepada perbuatan
yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar. Mereka itulah orang-orang
yang beruntung”. (QS. Ali ‘Imran :104).
Imam asy-Syaukany Rahimahullah berkata:Wajibnya
amar ma’ruf dan nahi mungkar itu ditetapkan berdasarkan al-Qur’an dan
as-Sunnah. Ia termasuk kewajiban syariah islam yang paling besar dan sebagai
dasar serta landasan yang agung bagi syariah itu sendiri. Dengan adanya amar
ma’ruf dan nahi mungkar maka aturan syariah islam menjadi lengkap sehingga
puncaknya pun menjulang tinggi. (Tafsir Fathul Qadir:1/465).
Imam al-Qurthuby Rahimahullah berkata:Amar
ma’ruf dan nahi mungkar itu wajib atas ummat-ummat terdahulu. Ia merupakan
faidah dari risalah (kerasulan) dan khilafah dari nubuwah (kenabian). (al-Jami’
lie Ahkamil Qur’an:4/47)
Bahkan Allah
Subhanahu wa Ta'ala mengutus para rasul-Nya dan menurunkan kitab suci-Nya agar
amar ma’ruf dan nahi mungkar dapat berjalan dengan baik. Hal ini sebagaimana
yang diungkapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahull a h : A m a r m a r
u f d a n n a h i
m u n g k a r a d a l a h b a g i a n
d a r i d i e n u l i s l a m
y a n g k a r e n a k e d u a n y a A l l a h
S u b h a n a h u w a T a ' a l a
m e n u r u n k a n k i t a b -
k i t a b - N y a d a n m e n g u t u s p a r a
r a s u l - N y a . ( M a j
m u F a t a w a : 2 8 / 1 2 1 )
R
a s u l u l l a h S h a l l a h u A l a
i h i w a S a l l a m
b e r s a b d a
A
r t i n y a : B a r a n g s i a p
a d i a n t a r a k a l i a n
m e l i h a t k e m u n g k a r
a n m a k a h e n d a k l a h i a
m e r u b a h n y a d e n g a
n t a n g a n , j i k a
t i d a k b i s a h e n d a k l a h m e r u b a h n y a d e n g a n
l i s a n , d a n j i k a
t i d a k m a m p u hendaklah dengan hatinya, dan itulah
selemah-lemah iman”. (HR. Muslim:1/50, Ahmad:3/10, dan Abu Daud no.1140)
Jika disuatu negeri telah
terdapat ulama’ su’(jahat) dan umara’ su’ yang mengobarkan api kemungkaran dan
memberikan kesempatan berkembangnya kemungkaran seluas-luasnya, lalu
membesarkan dan melindunginya atau paling tidak hanya diam tanpa mau
melarangnya maka jika sudah demikian tinggal menunggu saat-saat yang telah
dijanjikan oleh Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam.
A r t i n y a
: T i d a k l a h s e s
e o r a n g y a n g b e r a d a d a l a m
s u a t u k a u m y a n g
d i d a l a m n y a b a n y a k
d i k e r j a k a n k e m a k s
i a t a n d a n m e r e k a
s a n g g u p m e r u b a h n y
a lalu mereka tidak melakukannya,
kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menimpakan adzab kepada mereka sebelum
nyawa mereka diambil(mati)”. (HR. Abu Daud no. 4339, Ibnu Majah no. 4009,
dan Ahmad:21/366)
SEKILAS TENTANG AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR DI MASA SALAF
a. Definisi
Hal yang tidak boleh dilupakan oleh
kita adalah persepsi manusia yang beragam dalam mengartikan ma’ruf(kebaikan)
dan mungkar(keburukan). Jika standar baik dan buruk itu diserahkan sepenuhnya
oleh manusia maka yang terjadi adalah kekacauan belaka. Akhirnya kita
membutuhkan standar yang baku sehingga ia tidak dapat dipelintir oleh kehendak
hawa nafsu manusia.
Al-Qur’an dan as-Sunnah adalah standar yang
baku baik dan buruknya sebuah perkara. Apa yang dianggap baik oleh keduanya
itulah yang baik, dan apa yang dianggap oleh keduanya buruk maka itulah yang
harus dijauhi. Dari sini akhirnya dapat diambil pengertian tentang ma’ruf dan
mungkar itu. Ma’ruf adalah segala sesuatu yang dikenal berupa ketaatan dan
mendekatkan diri pada Allah Subhanahu wa Ta'ala serta berbuat baik kepada
manusia. sedangkan mungkar adalah segala sesuatu yang dianggap buruk, dibenci
dan diharamkan oleh syariat islam. (Kamus Lisanul ‘Arab:9/240)
Contohnya
adalah budaya ruwatan desa, dan sakatenan yang mengandung penghormatan terhadap
hewan(pemberhalaan kerbau). Menurut pelakunya bahwa perbuatan tersebut
merupakan suatu kebaikan bahkan menjadi suatu upacara yang disakralkan, padahal
menurut syariat islam hal itu merupakan suatu kemungkaran dan kemusyrikan yang
harus diberantas.
Contoh lainnya
adalah perzinaan dan perjudian dengan alasan untuk menambah pendapatan daerah
sehingga mendapat legalitas/pengesahan untuk dikembangkan, hal ini dilakukan
dengan membuang hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mendahulukan adat istiadat.
Jelas, ini merupakan kemungkaran yang paling besar.
b. Hukum
Para
ulama’ menyimpulkan bahwa Hukum amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah fardhu
kifayah. Artinya, jika suatu amalan itu telah dikerjakan oleh sebagian kaum
muslimin maka sudah cukup, dan kaum muslimin yang tidak berdosa. Namun jika
sebagian dari kaum muslimin belum melaksanakannya maka seluruh kaum muslimin
ikut terlibat di dalamnya dan mendapatkan dosa.
Sekalipun hukum
asalnya adalah fardhu kifayah namun seluruh kaum muslimin bertanggungjawab, hal
ini berdasarkan keumumam hadits (artinya) :”Barangsiapa diantara kalian yang
melihat kemungkaran ….”.
Para
ulama’ kemudian menyebutkan bahwa hukum fardhu kifayah ini dapat berubah
menjadi fardhu ‘ain dengan adanya beberapa sebab sebagai berikut, yaitu:
Ketika
tidak ada yang mengetahui kemungkaran atau memahami bahwa suatu perbuatan itu
adalah kemungkaran melainkan hanya satu orang atau beberapa orang saja
sedangkan untuk merubahnya tidak mungkin terlaksana kecuali apabila mereka
sendiri yang melakukannya.
Apabila
tidak ada yang sanggup melaksanakannya kecuali seseorang atau beberapa orang
saja sedangkan kewajiban ini tidak akan terlaksana kecuali jika mereka yang
melakukannya.
Para
penguasa yang dapat merubah kemungkaran dan begitu juga dengan orang-orang yang
ditugaskan untuk melaksanakannya. (Syarh Shahih Muslim:2/23 dan Majmu’
Fatawa:28/305)
Point ke- 1 dan
2 biasanya dimiliki oleh para ulama’ sedangkan point yang ke- 3 dimiliki oleh
para umara’(penguasa) dan stafnya.
c. Ketentuan
dalam Pelaksanaan
Nadhir Falah Azimy di dalam majalah al-Furqan
edisi 82 tahun 1417 mengambil kesimpulan dari berbagai hadits yang
memerintahkan terhadap amar ma’ruf nahai mungkar sebagai berikut, yaitu:
Wajib
merubah setiap kemungkaran dengan cara yang memugkinkan dan sesuai dengan
syariat islam.
Amar
ma’ruf nahi mungkar adalah tanggungjawab setiap muslim yang disesuaikan dengan
kemampuan yang dimiliki baik ulama’, penuntut ilmu, maupun orang awam.
Cara
merubah/mencecah kemungkaran dapat dilakukan dengan tangan, lisan maupun hati.
Bagi
para pelaksana amar ma’ruf nahi mungkar hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:
Disyariatkan
adanya qudrah(kemampuan), sehingga orang yang tidak mampu maka tidak
disyariatkan. Adapun lemah di sini ada dua arti:Lemah secara Ma’nawi(tidak
memahami hukum dan tidak mengerti tentang ilmunya) dan secara Hissi(tidak
memiliki panca indra yang sempurna seperti:buta, tuli dll.). Dengan demikian
mereka tidak boleh mencegah kemungkaran sampai mengetahui betul bahwa perbuatan
tersebut termasuk kemungkaran.
Adanya
ilmu dan bashirah(pemahaman), yaitu memahami apa-apa saja yang diperintah dan
yang dilarang, bagaimana cara memerintah dan melarang serta keadaan orang yang
diperintah dan yang dilarang sehingga tidak menimbulkan kemungkaran yang lebih
besar .
D e n g a
n c a r a l e m a h - l e m b u t , s e b a g a i m a n a f i r m a n
A l l a h
"
A
r t i n y a : " M a k a d e n g a
n r a h m a t A l l a h - l a h k a m u
b e r s i k a p l e m a h - l e
m b u t k e p a d a m e r e k a
& .
( Q S . A l i I m r a
n : 1 5 9 )
S
e b a g a i c o n t o h y a n g
k o n g k r i t a d a l a h k e t i k a
a d a o r a n g b a d u i
y a ng kencing di masjid Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam,
lalu beliau memerintahkan kepada para Shahabatnya untuk menyiram bagian masjid
yang dikencingi serta tidak menghardiknya.
Memiliki
akhlaq yang mulia, diantara yang paling penting adalah ikhlas, jujur, tawadhu’,
dan mengetahui ilmunya.
Diharuskan bagi
orang yang ingin mencegah kemungkaran dengan tangan namun belum memiliki
kekuatan dan kekuasaan(hanya dapat melakukannya dengan lisan serta hati) maka
hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini:
Mencegah
kemungkaran dengan tidak merusak fasilitas yang digunakan untuk kemaksiatan,
seperti:alat-alat musik, tempat-tempat minuman khamr dll. Sehingga hal itu akan
menjadikan pelaku kemungkaran menerima
nasehat yang diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung,
seperti:tidak berlaku kasar(ramah) dengan mereka, memberikan ancaman-ancaman
dari kemaksiatan yang dilakukan, memberikan kabar gembira atas kebaikan yang
dilakukan atau dengan cara Hikmah(menjelaskan ilmunya) dan Mauidhah
Hasanah(peringatan yang baik). Mudah-mudahan dengan hal itu tidak akan terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan(bahaya) dan para pelaku kemungkaran akan
meninggalkan kemaksiatannya dengan nasehat yang terus diberikan. Namun jika hal
itu telah dilakukan berulang kali dan masih tetap berbuat maksiat maka
hendaknya untuk merubah caranya dengan tangan.
Para
pencegah kemungkaran berhak merubah dengan berbagai cara baik perkataan maupun
perbuatan. (Shahih Muslim bisyarh an-Nawawy:2/25)
Harus
menghimpun kekuatan di kalangan para
pencegah kemungkaran untuk menghadapi para pelaku kemungkaran. (Fiqh Dakwah fi
Inkaril Munkar dalam Risalah Hadits “ Man Ra'a minkum Munkaran …… ” hal.36-37)
d.
Syarat-syarat Kemungkaran yang dicegah
Berikut
ini adalah syarat-syarat kemungkaran yang harus dicegah oleh kaum muslimin,
yaitu:
Kemungkaran
yang dilarang dalam syariat islam baik kecil maupun besar, hal ini agar tidak
mengkhususkan pencegahan terhadap kemungkaran yang besar saja namun juga yang
kecil, seperti:wanita yang membuka sebagian auratnya di jalan umum, laki-laki
yang berkhalwat dengan wanita yang bukan mahramnya dll. Karena kemaksiatan itu
menyebabkan rusaknya tatanan masyarakat dan datangnya adzab Allah Subhanahu wa
Ta'ala.
Mencegah
kemungkaran saat dilaksanakan bukan ketika selesai dilakukan sehingga kewajiban
itu betul-betul terlaksana.
Kemungkaran
yang dicegah itu yang dilakukan terang-terangan bukan yang tersembunyi, maka
tidak boleh memata-matai orang yang menyembunyikan kemaksiatannya jika memang
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menutup i n y a , s e b a b
A l l a h S u b h a n a h u w a
T a ' a l a b e r f i r m a n
A r t i n y a
: & & D a n j a n g a n l a h k a l i a n
s a l i n g m e m a t a - m a t
a i d a n j a n g a n
p u l a s a l i n g m e n g g u n j i n g s a t u
d e n g a n
y a n g l a i n n y a & & . ( Q S . a l - H u j u r a t : 1 2
M
a k s u d a y a t i n i
a dalah larangan mencari-cari kesalahan/aib orang muslim yang telah
disembunyikan yang
sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menutupi aibnya. Seperti
menyelidiki seeorang yang
berada di dalam rumahnya terhadap apa yang ia lakukan(kemaksiatan), kecuali jika hal itu dilakukan di
dalam rumah namun dapat diketahui oleh orang yang berada di luar rumahnya.
Kemungkaran
yang dilakukan sudah dzahir/jelas nashnya(tidak butuh ta’wil) dan bukan
merupakan urusan yang ijtihady(masih diperselisihkan para ulama’). Adapun jika
sebagian ulama’ mengatakannya sebagai suatu kemungkaran namun sebagian yang
lain mengatakan tidak maka tidak wajib mengingkarinya. (as-Sulukul Ijtima’I fi
al-Islam:477 dalam Risalah Hadits “ Man Ra minkum Munkaran …… “ hal. 39-40)
e. Beberapa
tingkatan dan Cara dalam Melaksanakan Nahi Mungkar
ü
Yang perlu diperhatikan bagi orang yang akan
melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar adalah tingkatan-tingkatan cara yang
dilakukan dalam melaksanakannya:
üTa’nif(teguran),
maksudnya menegur pelakunya dari kesalahan yang dilakukan dan menjelaskan
hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala tentangnya.
ü
ü Hendaknya
orang yang mencegah kemungkaran itu adalah orang yang mengetahui bahwa suatu
perbuatan itu adalah kemungkaran sehingga ia dapat menyampaikan ancaman Allah
Subhanahu wa Ta'ala atas tindakan yang dilakukan yang terdapat dalam nash-nash yang shahih.
ü
üSabb(mencela)
dan Ta’nif(menegur) dengan perkataan yang kasar, hal ini dilakukan jika sulit
untuk diingatkan dengan cara yang lembut serta telah dijelaskan kepadanya
nash-nash yang shahih atas perbuatannya itu.
ü
üMencegahnya
dengan tangan terhadap segala fasilitas yang digunakan untuk bermaksiat,
seperti:merusak peralatan tempat-tempat minuman yang memabukkan(khamr). Hal ini
dilakukan terbatas dengan kekuatan yang dimiliki dan jika tidak menimbulkan
madharat yang lebih besar.
ü
ü
Memberikan ancaman dan menakut-nakuti pelakunya
dari kemaksiatan yang dilakukan.
ü
ü
Langsung memukulnya dengan tangan dll. namun
tidak dengan menghunuskan senjata padanya. Hal ini dilakukan jika telah merasa
cukup dengan kekuatan yang dimiliki dan sangat terpaksa melakukannya namun jika
kemungkaran telah merajalela maka hendaknya ia menahan diri darinya.
Adapun cara merubah kemungkaran itu disesuaikan
dengan pelaku kemungkarannya, bagaikan seorang dokter yang memberikan obat pada
pasiennya yang tentunya disesuaikan dengan penyakit yang diderita. Di sini kami
akan memaparkan sebagian dari cara mencegah kemungkaran itu:
Kepada
orang yang tidak berilmu(bodoh), dengan cara mengajarinya secara
lemah-lembut, ramah dan bijaksa lalu memperingatinya dengan pelan-pelan dan
tidak tergesah-gesah. Seperti ketika melihat orang yang tidak sempurna
shalatnya(dalam melakukan gerakan shalat) atau melihat orang menjama’ shalatnya
di malam hari.
Kepada
orang yang berilmu(pandai), dengan cara menasehatinya, menakut-nakutinya
dengan ancaman Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menjelaskan keharaman perbuatannya
serta menyebutkan akibatnya dengan nash-nash yang shahih.
Kepada
Orangtua, dengan cara memberi nasehat yang baik, lemah-lembut dan tidak
dengan ancaman, pukulan, celaan dan teguran yang kasar. Namun boleh dengan
tangan jika tidak menimbulkan bahaya pada diri, harta dan keluarganya. Karena
hak Allah 'Azza Wa Jalla harus didahulukan daripada hak orangtua, sebab tidak
ada ketaatan kepada makhluq dalam rangka bermaksiat kepada Khaliq.
Kepada
Majikan/Tuan, dengan cara menasehatinya secara lemah-lembut jika tidak
takut akan kekuasaannya, namun jika takut maka cukup dengan memerintah pada
orang yang memiliki pengaruh terhadap tuannya supaya menasehatinya.
Kepada
Syaikh/Guru, dengan cara mengingkari perbuatannya dan bergaul dengan
kebaikan ilmunya serta menjelaskan padanya akan ancaman Allah Subhanahu wa
Ta'ala atas segala kemaksiatannya. Mengatakan padanya bahwa orang yag berilmu
itu telah jelas hujjahnya tidak seperti orang yang tidak berilmu, dan Allah
Subhanahu wa Ta'ala tidak suka amalan orang yang tidak sesuai dengan ilmunya.
Kepada
Suami, dengan cara menasehatinya secara lemah-lembut dan baik-baik, namun
tidak boleh mendiamkan perbuatannya jika ia tidak mampu untuk melakukannya
tetapi dengan menyuruh kerabat dekat yang mampu menasehati suaminya.
Kepada
Penguasa, tidak diragukan lagi bahwa
semulia-mulia amar ma’ruf nahi mungkar adalah mengatakan kebenaran pada
penguasa yang jahat. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda
A
r t i n y a : D
a r i A b u S a i
d a l - K h u d r i y R a d h i y a l l a h u A n h
u d a r i N a b i
S h a l l a h u A l a i h i
w a S a l l a m i a b e r s a b d a : S e b a i k - b a i k jihad adalah mengatakan kebenaran pada
penguasa/pemerintah yang jahat”. (HR. at-Tarmidzy,
Hadits Hasan Sahih)
Ada
beberapa ketentuan dalam menasehati penguasa yang berbuat kemaksiatan, yaitu:
Jika
orang yang ingin mencegahnya mampu melakukannya tanpa menimbulkan bahaya dan
kerusakan yang lebih besar maka dengan menasehatinya secara baik-baik dan
lemah-lembut,
Jika orang yang ingin mencegahnya
tidak mampu dikarenakan nasehatnya akan membuat timbulnya bahaya yang lebih
besar atau karena takut maka mengingkarinya dengan hati, dan kondisi inilah
selemah-lemahnya iman.
Jika
ternyata pencegahnya meridhai apa yang dilakukannya bahkan ikut serta
bersamanya mak berarti ia mendukungnya di dalam berbuat dosa, maka yang
dilakukan adalah sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam.
A r t i n y a : D a r i U m m u l
M u k m i n i n U m m u S a l a m a h H i n d u n
b i n A b u U m a y y a h R a d h i y a l l a h u a n h a : B a h w a s a n y a N a b i
S h a l l a h u A l a i h i
w a S a l l a m b e r s a b d a
: S e s u n g g u h n y a j i k a
a d a p e m i m p i n y a n g
k a l i a n
a n g k a t l a l u k a l i a n
k e t a h u i i a m e l a k u k a n k e m a k s i a t a n dan kalian mengingkarinya. Maka barangsiapa
yang membencinya(dengan hati karena tidak bisa mencegahnya dengan lisan dan tangan)
maka ia telah terbebas(dari dosa dan beban menasehatinya) dan barangsiapa mengingkarinya(sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki) maka ia telah selamat(dari kemaksiatannya)
akan tetapi jika ia meridhai dan bahkan mengikutinya(maka ia seperti pelakunya).
Mereka
bertanya: wahai Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam apakah kami harus
memerangi mereka ? maka beliau menjawab:Tidak, selagi mereka melaksanakan shalat
bersama kalian”. (HR. Muslim dalam kitab Adhywaul
Bayaan:II/177-178)
Namun
tidak diperkenankan keluar dari kekuasaannya dan memeranginya. Hal ini berlaku
jika sistem pemerintahannya adalah kekhilafahan. (al-Qaulul Mubinul Azhhar fie Dakwati ila
Allah wal Amru bil Ma’ruf wan Nahy ‘anil Munkar:77- 83
)
KESIMPULAN
Amar ma’ruf nahi mungkar adalah masalah yang menempati
posisi sangat startegis dalam islam, ia merupakan tanggungjawab setiap muslim
yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki dan tipe pelaku kemungkarannya,
dengan cara yang memugkinkan dan sesuai dengan syariat islam. Cara
merubah/mencecah kemungkaran dapat dilakukan dengan tangan, lisan maupun hati.
Barangsiapa yang membenci kemaksiatan dengan hati
karena tidak bisa mencegahnya dengan lisan dan tangan maka ia telah terbebas
dari dosa dan beban untuk mencegahnya dan barangsiapa mengingkari/mencegahnya
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki maka
telah selamat dari kemaksiatan, akan tetapi barangsiapa yang ridha
dengannya maka ia seperti pelakunya.
Di dalam melaksanakan amalan Nahi Mungkar harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan dan cara-cara yang telah dicontohkan,
syarat-syarat kemaksiatan yang dicegah, tahapan-tahapan pelaksanaannya dan
tipe-tipe pelakunya.
Kebaikan apapun yang kita lakukan
hendaknya diniatkan ibadah kepada Allah 'Azza Wa Jalla, sehingga menuntut kita
untuk menjaga keikhlasan dan mengambil contoh yang baik(dari Rasulullah
Shallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para salaf), hal ini agar apa yang kita lakukan
tidak sia-sia belaka..
PENUTUP
Sesungguhnya
kesempurnaan, kemuliaan, dan kebaikan yang tanpa cacat hanya milik Allah
'Azza Wa Jalla semata. Maka dari itu semua kami merasa bahwa apa yang kami
sajikan tentunya menyimpan kesalahan dan kekhilafan sehingga kami sangat
membutuhkan saran dan kritik dari para pembaca sekalian. Semoga Allah 'Azza Wa
Jalla membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar